ABSTRAK
Puisi sebagai karya sastra diciptakan untuk memberikan gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana yang khusus, untuk membuat lebih hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan, dan juga untuk menarik perhatian. Gambaran-gambaran angan dalam sajak itu disebut citraan. Lewat puisi, seorang penyair dapat menciptakan imaji yang segar dan hidup serta berada dalam puncak keindahan. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah citraan dalam sajak-sajak Agus R. Sarjono yang berjudul Syair Senja Hari, Syair Pindah Rumah, Demokrasi Dunia Ketiga, dan Sajak Palsu.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis berupa empat sajak karya Agus R. Sarjono. Empat sajak yang dimaksud adalah Syair Senja Hari, Syair Pindah Rumah, Demokrasi Dunia Ketiga, dan Sajak Palsu. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah teknik baca catat.
Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa citraan-citraan yang terdapat dalam empat sajak karya Agus R. Sarjono secara keseluruhan memiliki citraan penglihatan, pendengaran, perasaan, dan gerak.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu karya sastra tidak tercipta tidak dalam kekosongan sosial budaya, artinya, pada intinya pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius, kemudian dengan elegannya sehingga mampu menciptakan suatu karya sastra. Suatu karya sastra tercipta lebih merupakan hasil pengalaman, pengamatan, pemikiran, refleksi dan pengamatan budaya pengarang terhadap sesuatu hal yang terjadi dalam dirinya sendiri, dan masyarakat atau apa yang terjadi pada lingkunagn sekitarnya.
Karya sastra juga merupakan suatu krucutusi subjektif pengarang dalam memberikan suatu ide, pemikiran, pesan, dan gagasan sesuatu hal. Dalam hal ini karya sastra tercipta tidak hanya semata-mata ciptaan suatu individu an sich dari pengarang, tetapi ciptaan dari apa yang disebut Lucian Goldmann struktur mental dari suatu individual dari sebuah kelompok sosial, ide-ide, nilai-nilai, dan cita-cita yang diyakini dan dihidupi oleh kelompok sosial tertentu yang sesuai dengan pemikiran pengarang (Eglaton, 2002 :58).
Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinsasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Oleh karena itu kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Pengarang sebagai subjek individual mencoba menghasilkan pandangan dunianya (vision du monde) kepada subjek kolektifnya signifikansi yang dielaborasikan subjek individual terhadap realitas sosial di sekitarnya menunjukkan sebuah karya sastra berada pada kulutur tertentu dan masyarakat tertentu. Keberadaan sastra demikian itu, menjadikan ia dapat diposisikan sebagai dokumen social budaya (Jabrohim dan Ari Wulandari, 2001 : 61).
Karya sastra secara umum bisa dibedakan menjadi tiga: puisi, prosa, dan drama. Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poesis, yang berarti membangun, membentuk, membuat, menciptakan. Sedangkan kata poet dalam tradisi Yunani Kuno berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Ada beerapa pendapat para ahli mengenai definisi puisi yaitu Watt-Dunton (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang kongkret dan yang bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama. Carlyle mengemukakan bahwa puisi adalah pemikiran yang bersifat musikal, kata-katanya disusun sedemikian rupa, sehingga menonjolkan rangkaian bunyi yang merdu seperti musik. Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Ralph Waldo Emerson (Situmorang, 1980:8) mengatakan bahwa puisi mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin.
Putu Arya Tirtawirya (1980:9) mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara implisit dan samar, dengan makna yang tersirat, di mana kata-katanya condong pada makna konotatif. Herman J. Waluyo mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya. Ada juga yang mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengekspresikan secara padat pemikiran dan perasaan penyairnya, digubah dalam wujud dan bahasa yang paling berkesan.
Untuk memberikan gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana, untuk membuat lebih hidup dan menarik, dalam puisi penyair juga sering menggunakan gambaran angan. Gambaran angan dalam puisi ini disebut citraan (imagery) Citraan atau pengimajian adalah gambar-gambar dalam pikiran, atau gambaran angan si penyair. Setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji (image). Gambaran pikiran ini adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat dilihat oleh mata (indera penglihatan). Citraan tidak membuat kesan baru dalam pikiran.
Citraan dalam puisi adalah penggambaran mengenai objek berupa kata, frase, atau kalimat yang tertuang di dalam puisi atau prosa. Citraan dimaksudkan agar pembaca dapat memperoleh gambaran konkret tentang hal-hal yang ingin disampaikan oleh pengarang atau penyair. Dengan demikian, unsur citraan dapat membantu kita dalam menafsirkan makna dan menghayati sebuah puisi secara menyeluruh. jenis citraan dibagi menjadi 7, yakni: citraan penglihatan, yaitu citraan yang ditimbulkan oleh indera penglihat (mata). Citraan ini dapat memberikan ransangan kepada mata sehingga seolah-olah dapat melihat sesuatu yang sebenarnya tidak terlihat; citraan pendengaran, yaitu citraan yang ditimbulkan oleh indera pendengar (telinga). Citraan ini dapat memberikan ransangan kepada telinga sehingga seolah-olah dapat mendengar sesuatu yang diungkapkan melalui citraan tersebut; citraan perabaan, yaitu citraan yang melibatkan indera peraba (kulit), misalnya kasar, lembut, halus, basah, panas, dingin, dll; citraan penciuman, yaitu citraan yang berhubungan dengan indera pencium (hidung). Kata-kata yang mengandung citraan ini menggambarkan seolah-olah objek yang dibicarakan berbau harum, busuk, anyir, dll; citraan pencecapan, yaitu citraan yang melibatkan indera pencecap (lidah). Melalui citraan ini seolah-olah kita dapat merasakan sesuatu yang pahit, asam, manis, kecut, dll; Citraan gerak, yaitu citraan yang secara konkret tidak bergerak, tetapi secara abstrak objek tersebut bergerak; Citraan perasaan, yaitu citraan yang melibatkan hati (perasaan). Citraan ini membantu kita dalam menghayati suatu objek atau kejadian yang melibatkan perasaan.
Karya sastra, termasuk puisi, adalah sebuah struktur. Sebuah struktur menyiratkan adanya unsur-unsur pembentuk. Puisi adalah sebuah struktur yang kompleks, yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berjalinan dengan erat. Unsur-unsur itu tidak berdiri sendiri-sendiri. Sebuah unsur hanya mempunyai arti dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya di dalam struktur itu dan kaitannya dengan keseluruhannya. Unsur dalam struktur adalah unsur fungsional, yaitu mempunyai tugas (fungsi) tertentu dalam menyusun struktur.
Puisi adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk dapat memahaminya haruslah dianalisis. Oleh karena itu, peneliti akan menganalisis salah satu unsur puisi yaitu Citraan dalam sajak-sajak Agus R. Sarjono dengan menganalisis citraan dimaksudkan agar pembaca dapat memperoleh gambaran konkret tentang hal-hal yang ingin disampaikan oleh pengarang atau penyair. Dengan demikian, unsur citraan dapat membantu kita dalam menafsirkan makna dan menghayati sebuah puisi secara menyeluruh.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang diangkat dalam analisis ini adalah penggunaan citraan dalam sajak-sajak Agus R. Sarjono?
1.3 Tujuan
Tujuan analisis ini yaitu untuk mendeskripsikan citraan yang digunakan penyair dalam puisinya yang berjudul Syair Senja Hari, Syair Pindah Rumah, Sajak Palsu, dan Demokrasi Dunia Ketiga.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari analisis ini adalah.
1. Manfaat teoritis, yaitu dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan tentang sastra, terutama mengenai unsur citraan dalam puisi
2. Manfaat praktis, yaitu bagi Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, analisis ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memotivasi ideatau gagasan baru lebih kreatif dan inovatif dalam hal menganalisis unsure citraan dalam puisi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Puisi
Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poesis, yang berarti membangun, membentuk, membuat, menciptakan. Sedangkan kata poet dalam tradisi Yunani Kuno berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi. Berikut ini ada beberapa pendapat mengenai definisi puisi, antara lain:
1. Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
2. Watt-Dunton (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang kongkret dan yang bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama.
3. Carlyle mengemukakan bahwa puisi adalah pemikiran yang bersifat musikal, kata-katanya disusun sedemikian rupa, sehingga menonjolkan rangkaian bunyi yang merdu seperti musik.
4. Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.
5. Ralph Waldo Emerson (Situmorang, 1980:8) mengatakan bahwa puisi mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin.
6. Putu Arya Tirtawirya (1980:9) mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara implisit dan samar, dengan makna yang tersirat, di mana kata-katanya condong pada makna konotatif.
7. Herman J. Waluyo mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
Jadi, puisi adalah bentuk karya sastra yang mengekspresikan secara padat pemikiran dan perasaan penyairnya, digubah dalam wujud dan bahasa yang paling berkesan.
2.2 Unsur-Unsur Puisi
Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik , bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut.
1. Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih diformulasi menjadi sebuah larik.
2. Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi baru tak ada batasan.
3. Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
4. Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
5. Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur, yaitu struktur batin dan struktur fisik. Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
2. Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
3. Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
4. Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
Sedangkan struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah sarana-sarana yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
2. Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
3. Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman
4. indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
5. Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
6. Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
7. Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi
2.3 Definisi Citraan
Untuk memberikan gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana, untuk membuat lebih hidup dan menarik, dalam puisi penyair juga sering menggunakan gambaran angan. Gambaran angan dalam puisi ini disebut citraan (imagery). Citraan /imaji (imagery) dalam puisi dapat diartikan sebagai suatu penggambaran pengalaman yang berhubungan deengan benda,peristiwa dan keadaan yang dialami penyair dengan menggunakan kata-kata yang khas agar dapat memberikan gambaran secara lebih nyata,baik hal yang yang bersifat kejiwaan, kebendaan maupun metaforik. Citraan atau pengimajian adalah gambar-gambar dalam pikiran, atau gambaran angan si penyair. Setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji (image). Gambaran pikiran ini adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat dilihat oleh mata (indera penglihatan). Citraan tidak membuat kesan baru dalam pikiran. Citraan merupakan gambaran-gambaran angan dalam puisi yang ditimbulkan melalui kata-kata (Pradopo, 1987).
2.4 Jenis-Jenis Citraan
Jenis Citraan dibagi menjadi 7, yakni:
1. Citraan penglihatan (visual imagery), yaitu citraan yang ditimbulkan oleh indera penglihat (mata). Citraan ini dapat memberikan ransangan kepada mata sehingga seolah-olah dapat melihat sesuatu yang sebenarnya tidak terlihat.
2. Citraan pendengaran (auditory imagery), yaitu citraan yang ditimbulkan oleh indera pendengar (telinga). Citraan ini dapat memberikan ransangan kepada telinga sehingga seolah-olah dapat mendengar sesuatu yang diungkapkan melalui citraan tersebut.
3. Citraan perabaan (tactual imagery), yaitu citraan yang melibatkan indera peraba (kulit), misalnya kasar, lembut, halus, basah, panas, dingin, dll.
4. Citraan penciuman (alvaktory imagery), yaitu citraan yang berhubungan dengan indera pencium (hidung). Kata-kata yang mengandung citraan ini menggambarkan seolah-olah objek yang dibicarakan berbau harum, busuk, anyir, dll.
5. Citraan pengecapan( gustatory imagery), yaitu citraan yang melibatkan indera pencecap (lidah). Melalui citraan ini seolah-olah kita dapat merasakan sesuatu yang pahit, asam, manis, kecut, dll.
6. Citraan gerak (kinestetik imagery) adalah citraan yang ditimbulkan oleh gerak tubuh /otot yang menyebabkan kita merasakan atau melihat gerakan tersebut.
7. Citraan perasaan, yaitu citraan yang melibatkan hati (perasaan). Citraan ini membantu kita dalam menghayati suatu objek atau kejadian yang melibatkan perasaan.
2.5 Fungsi Citraan dalam Puisi
Dalam hubungannya dengan fungsi puitik dalam puisi, fungsi citraan yaitu mengantarkan pesan dari penulis agar dapat merasakan apa yang dirasakan oleh indera penulis yang tertuang dalam puisinya. Dengan citraan, pembaca maupun pendengar dapat mengindera puisi dengan pemahaman masing-masing. Selain itu, citraan dimaksudkan agar pembaca dapat memperoleh gambaran konkret tentang hal-hal yang ingin disampaikan oleh pengarang atau penyair. Dengan demikian, unsur citraan dapat membantu kita dalam menafsirkan makna dan menghayati sebuah puisi secara menyeluruh.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan didukung oleh relevansi baik berupa teks puisi maupun sumber buku penunjang lainnya yang mencakup masalah penelitian ini. Objek kajiannya berupa teks puisi dalam hal ini Sajak-Sajak Agus R. Sarjono.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Deskriptif maksudnya adalah penggambaran atau penyajian data berdasarkan kenyataan-kenyataan secara objektif sesuai data yang terdapat dalam Sajak-Sajak Agus R. Sarjono. Kualitatif dipakai untuk menganalisis atau menguraikan konsep-konsep yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Dikatakan kualitatif karena di dalamnya tidak menggunakan prinsip-prinsip statistic tetapi berpedoman pada teori-teori sastra yang ada kaitannya dengan pendekatan objektif (struktural).
3.2 Data dan sumber Data
Data dan sumber data yang digunakan dalam analisis ini adalah sajak-sajak Agus R. Sarjono, diantaranya Syair Senja Hari, Syair Pindah Rumah, Sajak Palsu, dan Demokrasi Dunia Ketiga, dengan unsure yang membangun sajak yaitu citraan.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah teknik baca catat. Teknik baca yang dimaksud adalah membaca kritis. Teknik membaca kritis merupakan kegiatan membaca yang dilakukan secara mendalam, evaluatif, serta analitis. Membaca kritis yang dimaksud adalah membaca dan menelaah Sajak-Sajak Agus R. Sarjono. Teknik pencatatan yaitu digunakan untuk mencatat data-data yang diperoleh dari hasil pembacaan yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini.
3.4 Teknik Analisis Data
Analisis sajak-sajak Agus R. Sarjono yaitu Syair Senja Hari, Syair Pindah Rumah, Sajak Palsu, Demokrasi Dunia Ketiga. Keempat sajak tersebut dianalisis salah satu unsurnya yaitu unsure citraan. Citraan merupakan gambaran-gambaran angan dalam puisi yang ditimbulkan melalui kata-kata (Pradopo, 1987). Analisis citraan tersebut dimaksudkan untuk mengantarkan pesan dari penulis agar dapat merasakan apa yang dirasakan oleh indera penulis yang tertuang dalam puisinya. Selain itu, citraan dimaksudkan agar pembaca dapat memperoleh gambaran konkret tentang hal-hal yang ingin disampaikan oleh pengarang atau penyair. Dengan demikian, unsur citraan dapat membantu kita dalam menafsirkan makna dan menghayati sebuah puisi secara menyeluruh.
Berdasarkan sajak-sajak tersebut peneliti mengidentifikasi jenis-jenis citraan apa saja yang digunakan Agus R. Sarjono dalam sajak-sajaknya yang berjudul Syair Senja Hari, Syair Pindah Rumah, Sajak Palsu, dan Demokrasi Dunia Ketiga. Adapun jenis citraan ada tujuh, antara lain: citraan penglihatan (visual imagery), yaitu citraan yang ditimbulkan oleh indera penglihat (mata); citraan pendengaran (auditory imagery), yaitu citraan yang ditimbulkan oleh indera pendengar (telinga); citraan perabaan (tactual imagery), yaitu citraan yang melibatkan indera peraba (kulit); citraan penciuman (alvaktory imagery), yaitu citraan yang berhubungan dengan indera pencium (hidung); citraan pengecapan( gustatory imagery), yaitu citraan yang melibatkan indera pencecap (lidah); citraan gerak (kinestetik imagery), yaitu citraan yang secara konkret tidak bergerak, tetapi secara abstrak objek tersebut bergerak; citraan perasaan, yaitu citraan yang melibatkan hati (perasaan).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Citraan (Imagery) dalam Syair Senja Hari
Syair Senja Hari
Menatap senja sambil menghirup teh pelan-pelan
matahari beringsut meninggalkan jejak-jejak jingga
dan warna keemasan di gelas tehku. Burung pun
beterbangan seperti kawan-kawan menghilang
tanpa selembar bulu pun tertinggal. Begitu rapi
jarum jam mengemas semua kenangan tersisa. Aku masih
di sini mencatati angin. Pada cuaca, daun-daun
yang luruh menuju malam menyisakan warna ungu
cakrawala yang alpa didaki bintang. Kuistirahatkan
darah dari geledak jalanan tanah air dukaku. Kukenang
nyanyian-nyanyian lama dengan asmara dan rindu-dendanm
bersama harapan yang terlalu basah untuk membujuk
fajar yang samar bagai akan tiba, begitu lama
bagai akan datang. Seperti biasa, kita pun melupakannya
hingga tiba-tiba berdiri terpaku pada siang diteriknya
Kita jemur segala air mata. Sambil menghirup teh
diam-diam dia mengunyah sisa mimpi dan cemas yang
bersama matahari, malam pun tiba tanpa suara
sementara bintang-bintang bergerak ke angkasa
menggoreskan warna-warna berpendaran tempat jarum
melukis jejak senyuman. Terasa ada yang terbakar
bersama rokokku. Tak sempat kuterka warna asap
yang mengabut ke dingin sajak-sajakku
1992
Pada syair Senja Hari tersebut penyair menggunakan beberapa citraan, antara lain sebagai berikut.
1. citraan penglihatan, citraan tersebut terdapat pada bait pertama
Menatap senja sambil menghirup teh pelan-pelan
matahari beringsut meninggalkan jejak-jejak jingga
dan warna keemasan di gelas tehku. Burung pun
beterbangan seperti kawan-kawan menghilang
tanpa selembar bulu pun tertinggal. Begitu rapi
Pada larik tersebut penyair menggunakan citraan penglihatan karena lirik puisi pada bait tersebut memberikan rangsangan kepada mata sehingga seolah-olah dapat melihat sesuatu yang sebenarnya tidak terlihat. Pembaca seolah-olah menatap senja dan pembaca melihat matahari beringsut meninggalkan jejak-jejak jingga dan warna keemasan, dan pembaca juga seolah-olah melihat burung beterbangan seperti kawan-kawan menghilang tanpa selembar bulu pun tertinggal.
Selain itu, citraan penglihatan terdapat juga pada bait kedua, yaitu pada larik
pada cuaca, daun-daun yang luruh
menuju malam menyisakan warna ungu.
Pada larik tersebut penyair menggunakan citraan penglihatan karena Pada larik tersebut, pembaca seakan-akan melihat daun-daun luruh menuju malam menyisakan warna ungu.
2. Citraan perasaan, citraan tersebut terdapat pada bait ketiga yaitu pada larik:
Darah dari geledak jalanan tanah air dukaku. Kukenang
nyanyian-nyanyian lama dengan asmara dan rindu-dendam
bersama harapan yang terlalu basah untuk membujuk
fajar yang samar bagai akan tiba, begitu lama bagai akan dating
Pada larik tersebut penyair menggunakan citraan perasaan karena lirik puisi pada larik tersebut melibatkan hati (perasaan) pembaca dalam memahami makna puisi. Pembaca ikut merasakan bagaimana penyair merasakan duka dan mengenang nyanyian-nyanyian lama dengan asmara dan rindu-dendam dan bersama harapan yang terlalu basah untuk membujuk fajar yang samar bagai akan tiba, begitu lama bagai akan datang.
3. Citraan gerak, citraan tersebut terdapat pada bait ketiga yaitu pada larik:
Seperti biasa, kita pun melupakannya
hingga tiba-tiba berdiri terpaku pada siang diteriknya
kita jemur segala air mata. Sambil menghirup teh
Pada larik tersebut penyair menggunakan citraan gerak karena pada lirik puisi tersebut seakan-akan pembaca merasakan atau melihat gerakan berdiri terpaku pada siang diteriknya dan menjemur segala air mata sambil menghirup teh.
4.2 Analisis Citraan (Imagery) dalam Sajak Syair Pindah Rumah
Syair Pindah Rumah
Sambil mengemasi barang-barang
dan kenangan, berapa kali sebenarnya
kita sanggup berpindah rumah, merubah alamat
dan tempat pelangi. Pada saat-saat begini
aku ingin tiduran saja di atas gumpalan awan
atau di dadamu, memandangi matahari terbit
atau tenggelam seperti raja-raja dan negeri-negeri
pada dongengan silam. Kupandangi engkau menyapu halaman
membersihkan guguran kenangan
dan daun-daun lalu membakarnya
hingga sunyi membumbung keangkasa
tapi kulihat juga orang-orang terusir
dari tanah-tanah leluhur, ladang dan sawah
yang subur menjadi pengembara
sambil membawa-bawa sapu dalam ingatan,
melewati ribuan malam, ribuan siang
menggunakan impian tentang rumah
dan sebuah halaman kecil
untuk bisa disapu setiap pagi
agar anak-anak bisa berlarian
di bawah matahari. Tapi berapa kali
sebenarnya dalam hidup kita sanggup
berpindah rumah merubah alamat
dan tempat pulang?
Kulihat seekor laba-laba tertiup angin ke selokan
Gugup mencari ranting-ranting pepohonan
Tempatnya selama ini menganyam
Jaring-jaring rasa aman dan kenangan.
Tapi haya air semata di sana tempat dunia
menjadi serba berbeda di antara katak
dan ikan tanpa serangga
yang dikenal tanpa tetangga yang biasa
meski matahari dan hujan masih yang dulu juga.
Di saat-saat begini
aku ingin tiduran saja di atas gumpalan awan
atau dadamu sambil menukar-nukar peta
di cakrawala membayangkan sebuah rumah lain
tempat kita bakal berpindah dan terusir selamanya
1995
Pada syair Pindah Rumah tersebut penyair menggunakan beberapa citraan, antara lain sebagai berikut.
1. Citraan gerak, citraan tersebut terdapat pada baik pertama yaitu pada larik:
Sambil mengemasi barang-barang
dan kenangan, berapa kali sebenarnya
kita sanggup berpindah rumah, merubah alamat
dan tempat pelangi. Pada saat-saat begini
aku ingin tiduran saja di atas gumpalan awan
atau di dadamu
Pada larik tersebut penyair menggunakan citraan gerak karena lirik puisi pada larik tersebut tampak bahwa seolah-olah pembaca melihat atau merasakan gerakan mengemasi barang-barang dan kenangan, berpindah rumah, merubah alamat dan tempat pelangi, dan tiduran di atas gumpalan awan atau di dadamu.
Selain itu, citraan gerak terdaat juga pada bait pertana, yaitu pada larik: agar anak-anak bisa berlarian di bawah matahari. Lirik puisi pada larik tersebut tampak bahwa seolah-olah pembaca melihat atau merasakan gerakan anak-anak bisa berlarian di bawah matahari.
2. Citraan penglihatan, citraan tersebut terdapat pada baik pertama yaitu pada larik:
Kupandangi engkau menyapu halaman
membersihkan guguran kenangan
dan daun-daun lalu membakarnya
hingga sunyi membumbung keangkasa
tapi kulihat juga orang-orang terusir
dari tanah-tanah leluhur, ladang dan sawah
yang subur menjadi pengembara
sambil membawa-bawa sapu dalam ingatan,
melewati ribuan malam, ribuan siang
menggunakan impian tentang rumah
Pada larik tersebut penyair menggunakan citraan penglihatan karena lirik puisi pada larik-larik tersebut memberikan rangsangan kepada mata sehingga seolah-olah dapat melihat sesuatu yang sebenarnya tidak terlihat. Pembaca seolah-olah melihat sosok engkau dalam puisi menyapu halaman, membersihkan guguran kenangan dan daun-daun lalu membakarnya hingga sunyi membumbung keangkasa dan melihat orang-orang terusir dari tanah-tanah leluhur, ladang dan sawah yang subur menjadi pengembara sambil membawa-bawa sapu dalam ingatan, melewati ribuan malam, ribuan siang menggunakan impian tentang rumah
Selain itu, citraan penglihatan terdapat juga pada bait kedua yaitu pada larik:
Kulihat seekor laba-laba tertiup angin ke selokan
gugup mencari ranting-ranting pepohonan
tempatnya selama ini menganyam
jaring-jaring rasa aman dan kenangan.
Pada larik tersebut penyair menggunakan citraan penglihatan karena lirik puisi pada larik tersebut memberikan rangsangan kepada mata sehingga seolah-olah dapat melihat sesuatu yang sebenarnya tidak terlihat. Pembaca seolah-olah melihat seekor laba-laba tertiup angin ke selokan,gugup mencari ranting-ranting pepohonan tempatnya selama ini menganyam jaring-jaring rasa aman dan kenangan
4.3 Analisis Citraan (Imagery) dalam Sajak Demokrasi Dunia Ketiga
Demokrasi Dunia Ketiga
Kalian harus demokratis. Baik, tapi jauhkan
tinju yang kau kepalkan itu dari pelipisku
bukankah engkau…Tutup mulut! Soal tinjuku
mau kukepalkan, kusimpan di saku
atau kutonjukkan ke hidungmu,
tentu sepenuhnya terserah padaku.
Pokoknya kamu harus demokratis. Lagi pula
kita tidak sedang bicara soal aku, tapi soal kamu
yaitu kamu harus demokratis!
Tentu saja saya setuju, bukankah selama ini
Saya telah mencoba…Sudahlah! Kami tak mau dengar
apa alasanmu. Tak perlu berkilah
dan buang waktu. Aku perintahkan kamu
untuk demikratis, habis perkara! Ingat
gerombolan demokrasi yang kami galang
akan melindasmu habis. Jadi jangan macam-macam
yang penting kamu harus demokratis.
Awas kalau tidak!
1998
Pada Syair Senja Hari tersebut, penyair menggunakan beberapa citraan, antara lain sebagai berikut.
1. Citraan penglihatan, citraan tersebut terdapat pada larik:
Baik, tapi jauhkan
tinju yang kau kepalkan itu
dari pelipisku
Pada larik tersebut penyair menggunakan citraan penglihatan karena lirik pada larik itu memberikan rangsangan kepada mata sehingga seolah-olah pembaca dapat melihat sesuatu yang sebenarnya tidak terlihat. Pembaca seolah-olah melihat sosok engkau dalam puisi yang sedang mengepalkan tinju ke pelipisnya.
2. Citraan gerak, citraan tersebut terdapat pada larik:
bukankah engkau…Tutup mulut! Soal tinjuku
mau kukepalkan, kusimpan di saku
atau kutonjukkan ke hidungmu,
tentu sepenuhnya terserah padaku.
Pada larik tersebut penyair menggunakan citraan gerak karena pada lirik puisi tersebut pembaca seakan-akan merasakan atau melihat gerakan sosok engkau dalam puisi yang tutup mulut dan gerakan yang akan dilakukan oleh sosok aku dalam puisi yang akan mengepalkan tinjunya, disimpan disaku atau ditonjokkan ke hidung sosok engkau dalam puisi.
3. Citraan Pendengaran, citraan tersebut terdapat pada larik:
Lagi pula kita tidak sedang bicara soal aku,
tapi soal kamu yaitu kamu harus demokratis!
Tentu saja saya setuju, bukankah selama ini
Saya telah mencoba…Sudahlah! Kami tak mau dengar
apa alasanmu. Tak perlu berkilah
dan buang waktu. Aku perintahkan kamu
untuk demikratis, habis perkara!
Pada larik tersebut penyair menggunakan citraan pendengaran karena lirik pada larik tersebut memberikan ransangan kepada telinga sehingga seolah-olah dapat mendengar sesuatu yang diungkapkan melalui citraan tersebut. Dalam lirik puisi tersebut pembaca seakan-akan mendengar percakapan sosok kamu dan aku dalam puisi, dimana sosok aku menyuruh sosok kamu untuk demokratis dan sosok kamu pun menyetujuinya. Tapi sosok aku tidak mau mendengar jawaban dari sosok kamu karena hanya menganggapnya sebagai alas an belaka.
4.4 Analisis Citraan (Imagery) dalam Sajak Palsu
Sajak Palsu
Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah
dengan sapaan palsu. Lalu mereka pun belajar
sejarah palsu dan buku-buku palsu. Di akhir sekolah
mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka
yang palsu. Karena tak cukup nilai,
maka berdatanglah mereka ke rumah-rumah
bapak dan ibu guru untuk menyerahkan amplop
berisi perhatian dan rasa hormat palsu .
Sambil tersipu palsu dan membuat tolakan
tolakan palsu, akhirnya pak guru dan ibu guru
terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah
demi masa sekolah berlalu, mereka pun lahir
sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,
ahli pertanian palsu, insinyur palsu .
Sebagian menjadi guru, ilmuwan
atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi
mereka menghambur ke tengah pembangunan
palsu dengan ekonomi palsu sebagai panglima
palsu. Mereka saksikan ramainya perniagaan palsu dengan ekspor
dan impor palsuyang mengirim dan mendatangkan
berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan giat
menawarkan bonus dan hadiah-hadiah palsu
tapi diam-diam meminjam juga pinjaman
dengan izin dan surat palsu kepada bank negeri
yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakat pun berniaga
dengan uang palsu yang dijamin
devisa palsu. Maka uang-uang asing
menggertak dengan kurs palsu
sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis
yang meruntuhkan pemerintahan palsu
ke dalam nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu
meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan
gagasan-gagasan palsu di tengah seminar
dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya
demokrasi palsu yang berkibar-kibar
begitu nyaring
dan palsu
Pada Sajak Palsu tersebut, penyair menggunakan beberapa citraan, antara lain sebagai berikut.
1. Citraan Pendengaran, citraan tersebut terdapat pada larik “Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah dengan sapaan palsu”. Pada larik tersebut penyair menggunakan citraan pendengaran karena lirik pada larik tersebut memberikan ransangan kepada telinga sehingga seolah-olah dapat mendengar sesuatu yang diungkapkan melalui citraan tersebut. Dalam lirik puisi tersebut pembaca seakan-akan mendengar murid yang memberikan ucapan palsu kepada Bapak/Ibu gurunya.
Selain itu, citraan pendengaran juga terdapat pada larik:
Lalu orang-orang palsu
meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan
gagasan-gagasan palsu di tengah seminar
dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya
demokrasi palsu yang berkibar-kibar
begitu nyaring
dan palsu
Pada larik tersebut penyair menggunakan citraan pendengaran karena lirik pada larik tersebut memberikan ransangan kepada telinga sehingga seolah-olah dapat mendengar sesuatu yang diungkapkan melalui citraan tersebut. Dalam lirik puisi tersebut pembaca seakan-akan mendengar sosok orang-orang dalam puisi yang meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan gagasan-gagasan palsu di tengah seminar dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring dan palsu.
2. Citraan penglihatan, citraan tersebut terdapat pada larik “Di akhir sekolah, mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka yang palsu”. Pada larik tersebut penyair menggunakan citraan penglihatan karena lirik pada larik itu memberikan rangsangan kepada mata sehingga seolah-olah pembaca dapat melihat sesuatu yang sebenarnya tidak terlihat. Pembaca seolah-olah melihat sosok mereka dalam puisi yang terperangah melihat hamparan nilai nilai mereka yang palsu.
Selain itu, citraan penglihatan terdapat juga pada larik:
Mereka saksikan ramainya perniagaan palsu dengan ekspor
dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan
berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan giat
menawarkan bonus dan hadiah-hadiah palsu
tapi diam-diam meminjam juga pinjaman
dengan izin dan surat palsu kepada bank negeri
yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakat pun berniaga
dengan uang palsu yang dijamin
devisa palsu. Maka uang-uang asing
menggertak dengan kurs palsu
sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis
yang meruntuhkan pemerintahan palsu
ke dalam nasib buruk palsu.
Pada larik tersebut penyair menggunakan citraan penglihatan karena lirik pada larik itu memberikan rangsangan kepada mata sehingga seolah-olah pembaca dapat melihat sesuatu yang sebenarnya tidak terlihat. Pembaca seolah-olah melihat sosok mereka dalam puisi yang menyaksikan kegiatan ekonomi dan pemerintahan yang serba palsu.
3. Citraan gerak, citraan tersebut terdapat pada larik:
Karena tak cukup nilai,
maka berdatanglah mereka ke rumah-rumah
bapak dan ibu guru untuk menyerahkan amplop
berisi perhatian dan rasa hormat palsu.
Sambil tersipu palsu dan membuat tolakan
tolakan palsu, akhirnya pak guru dan ibu guru
terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu yang baru.
Pada larik-larik puisi tersebut penyair menggunakan citraan gerak karena pada lirik puisi tersebut pembaca seakan-akan merasakan atau melihat gerakan sosok mereka dalam puisi yang mendatangi rumah bapak/ibu guru untuk menyerahkan amplop berisi perhatian dan rasa hormat palsu dan sambil tersipu palsu bapak/ibu guru tersebut membuat tolakan palsu, tetapi akhirnya diterima juga amplop tersebut dan bapak/ibu guru tersebut berjanji palsu untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan nilai-nilai palsu yang baru.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Citraan atau pengimajian adalah gambar-gambar dalam pikiran, atau gambaran angan si penyair. jenis citraan dibagi menjadi 7, yakni: citraan penglihatan, yaitu citraan yang ditimbulkan oleh indera penglihat (mata); citraan pendengaran, yaitu citraan yang ditimbulkan oleh indera pendengar (telingal; citraan perabaan, yaitu citraan yang melibatkan indera peraba (kulit); citraan penciuman, yaitu citraan yang berhubungan dengan indera pencium (hidung); citraan pencecapan, yaitu citraan yang melibatkan indera pencecap (lidah); citraan gerak, yaitu citraan yang secara konkret tidak bergerak, tetapi secara abstrak objek tersebut bergerak; dan citraan perasaan, yaitu citraan yang melibatkan hati (perasaan). Analisis citraan citraan dimaksudkan agar pembaca dapat memperoleh gambaran konkret tentang hal-hal yang ingin disampaikan oleh pengarang atau penyair. Dengan demikian, unsur citraan dapat membantu kita dalam menafsirkan makna dan menghayati sebuah puisi secara menyeluruh. Pada puisinya yang berjudul Syair Senja Hari, Syair Pindah Rumah, Demokrasi Dunia Ketiga, dan sajak Palsu Agus R. Sarjono menggunakan beberapa citraan antara lain citraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan gerak, dan citraan perasaan.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka penulis menyarankan ada banyak hal pelajaran dan makna yang dapat kita petik dari dalam sajak. Oleh karena itu, kita dapat memetik hikmah dari peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam sajak.
DAFTAR PUSTAKA
http://gubukbahasasastra.blogspot.com/2009/07/citraan-dalam-puisi.html
http://bambuberderit.wordpress.com/2011/06/16/citraan-dan-fungsi-puitik-dalam-puisi-indonesia-modern-arifin-m-z/
ww.google.co.id/search?q=citraan dalam puisi&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a&source=hp&channel=np
http://abdurrosyid.wordpress.com/2009/07/27/puisi-pengertian-dan-unsur-unsurnya/
http://www.indonesiapuisi.com/2011/09/unsur-unsur-puisi.html
http://anaksastra.blogspot.com/2008/10/resume-mata-kuliah-kajian-puisi-antara.html
ANALISIS CITRAAN (IMAGERY) DALAM SYAIR SENJA HARI,
SYAIR PINDAH RUMAH, DEMOKRASI DUNIA KETIGA,
DAN SAJAK PALSU KARYA AGUS R. SARJONO
OLEH
APRILIA SUSANTI
A1D1 09 042
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar