Kamis, 24 Mei 2012
Hikmah Dibalik Fitnah
Siang itu kutapaki jalanan dengan tatapan kosong, entah apa yang aku pikirkan, semua berkecamuk jadi satu dalam otakku. Hingga tak kusadari, ada seorang teman berjalan di sampingku.”Siang bolong gini ngalamunin apa sih cin?”sapa Dewi dengan nada manjanya. No,comen..!” jawabku sekenanya. Aku bener-bener ga pengen diganggu. Untuk sejurus lamanya kita saling berdiam diri, hingga kita berpisah diperempatan jalan tanpa ada lambain tangan. Kutelusuri gang sempit menuju asramaku dengan perasaan galau, “aku jadi tak sabar ingin menumpahkan kepedihanku” Gumamku dalam hati. Setibanya di asrama, kukunci pintu dan kunyalakan kran air lalu kurebahkan diriku dan menangis sejadi-jadinya, saat ini hanya itu yang bisa kulakukan untuk mengurangi kesedihanku. Setelah berhenti isak tangisku, ku coba ambil air wudhu, lalu shalat dzuhur agar hati dan pikiranku menjadi tenang. Tapi kata-kata itu masih saja terngiang ditelinga, sampai-sampai aku tak bisa khusyuk menjalankan shalat Dzuhur. “ Lena, kau terlalu sibuk, sampai-sampai kau tak tahu apa yang terjadi dengan keluargamu! Kata kerabatku yang kutemui kemarin. “Apa maksudnya mbak? Aku memang sudah lama gak pulang, tapi kita selalu komunikasi by Phone dan mereka semua baik-baik saja. Hmm…ternyata mereka menyembunyikan sesuatu dari kamu, tapi ya udahlah lupain aja dan anggap aja tidak terjadi apa-apa dengan keluaragamu!” ucap mbak itu dengan santainya. “Mbak, tolong katakan saja apa yang sedang terjadi dengan keluargaku, jangan buat saya penasaran seperti ini!kataku memelas. “ Ibumu, dia akan menikah dengan seseorang, dan kamu pasti tidak akan setujukan? Apa mbak, itu tidak mungkin karena ibu sudah janji tidak akan menikah lagi sepeninggal ayah, ibu tidak mungkin begitu aja melupakan janjinya!” Ucapku disela tangisku, bagai disambar petir di siang bolong. Ibu yang selama ini tak pernah mengecewakan anaknya, tapi hari bukan hanya mengecewakanku tapi menghancurkan hidupku. Tapi, Lena itulah kenyataannya dan kamu harus bisa terima itu semua, gak mudah lo len, menjadi seorang single parents. Jadi kamu ga boleh egois! Ucap mbak itu seakan menyadarkanku. Dasar aku kepala batu, aku tetap bersikeras melarang ibuku menikah lagi, dengan alasan aku tidak mau ada laki-laki lain menggantikan posisi ayah di rumahku. Mbak itu lalu menghela napas panjang, seakan ingin melepaskan beban berat yang dipikulnya,”Ta..pi, ibumu kecelakaan…! Aku paham apa yang dimaksud oleh mbak itu, jadi itu alasan ibu mau menikah lagi. Kebencianku sama ibu jadi berlipat-lipat ganda. Kata-kata itulah yang membulatkan tekadku untuk pulang kampung, meski aku belum libur dan aku tak sempat minta izin. Setelah selesai shalat Dzuhur, maka aku bersiap-siap untuk pulang kampung (pulkam), hanya pakaian di badan yang aq bawa, tidak seperti pulang kampung biasanya yang ribet mempersiapkan ini-itu, karena aku berpikir tidak akan lama di rumah, begitu masalah selesai, maka aku akan cepat balik ke Kendari , tempatku menempuh studi S1. Akhirnya, hari itu juga aku putuskan pulang untuk menemui ibu. Perjalanan pulang kali ini terasa melelahkan dan sangat lama, karena sudah tidak sabar minta penjelasan sama ibu tentang berita yang aku dengar. Pukul 18.40 WITA aku tiba di rumah dengan diiringi rintikan hujan kulangkahkan kaki menuju rumah. Setelah kuketuk pintu dan mengucapkan salam, lalu ibu menghampiriku dengan basa-basinya” Kenapa pulang dadakan nak, tidak menelfon dulu sebelum pulang”. Dengan emosi membuncah, kujawab pertanyaan ibu dengan amat kasar,” Ini rumahku, jadi aku berhak pulang kapan aja aku mau! Ku lihat, raut wajah tua ibu pucat pasi mendengar kata-kataku sekasar itu, padahal sebelumnya aku selalu berkata sopan dan lemah-lembut sama ibu. Belum istirahat, aku langsung membahas mengenai berita yang aku dengar. Ku lihat ibu berurai air mata dan bersumpah bahwa semua yang aku dengar itu tidak benar. Berkali-kali ibu berusaha meyakinkanku. Berkali-kali juga aku bantah perkataan ibu, saat itu aku benar-benar tidak percaya dengan omongan ibu, entah setan apa yang merasukiku hingga aku lebih mempercayai orang lain daripada ibuku sendiri. Setelah lelah berdebat, ku putuskan untuk tidur dan membahasnya keesokan hari.
Malam itu benar-benar malam yang panjang buat aku, berat sekali rasanya untuk memejamkan mata, meski rasa kantukku menyergapku. Keesokan harinya, kusambut pagi dengan wajah tak bersahabat. Pagi itu aku tak beraktifitas seperti biasa, selesai mandi aku nongkrong depan Tivi, pagi itu tak ada satu pun siaran televise yang menarik perhatianku. Ku dengar ibu sibuk memasak di dapur, aku yakin ibu membuatkan makanan kesukaanku, karena biasanya aku akan luluh, bila ibu sudah memasak makanan kesukaanku. Tapi kali ini tidak, karena menurutku kesalahan ibu tidak bisa ditolerir lagi. Jadi, aku harus tahan diri untuk tidak tergoda oleh masakan ibu. Tepat jam 09.00 WITA, ibu memanggilku untuk sarapan. Aku sama sekali tidak menggubrisnya, aku sedang tidak berselera makan masakan ibu. Rupanya ibu paham akan sikapku. Ibu dengan penuh kesabaran, pergi ke warung makan, membelikanku makanan untuk sarapan. Ada sedikit rasa iba dalam benakku melihat ibu memperlakukanku dengan kasih sayang, tapi aku enggan menunjukkan rasa ibaku itu. Untuk beberapa lama aku biarkan makanan itu tergeletak di meja makan.
Hari ke-tiga aku di rumah, namun belum menemukan jalan keluar untuk masalah ini. Padahal ibu telah bersumpah tidak pernah menjalin hubungan dengan orang itu, apalagi sampe punya planning buat menikah dengan orang itu. Akhirnya menemukan ide,”Kalau ibu tetap bersikeras bahwa ibu tidak bersalah dan tidak terjadi apa-apa pada diri ibu, bagaimana kalua ibu cek ke dokter?” kataku kepada ibu, dengan wajah berbinar,”Iya, Nak ibu mau melakukan apa saja asal hal itu bisa melepaskan tuduhanmu terhadap ibu”. Lalu ibu merundingkan lagi, dan akhirnya ibu memutuskan untuk chek kesehatan di rumah sakit pusat. Nak, inikan baru prediksi dukun, jadi belum tentu benar. Diagnosa Dokter aja sering salah, apalagi cuman seorang dukun. “ Kata ibu, berusaha meyakinkanku. Okey, besok juga Ibu pergi ke rumah sakit, agar semuanya menjadi jelas! Ucapku menyetujui renaca ibu. Keesokan harinya, kulihat ibu dengan semangat 45 pergi ke rumah sakit, tak sedikit pun di wajah ibu tergambar kesedihan. Ku akui ibu adalah orang yang tegar dalam menghadapi cobaan. Dan aku biarkan ibu pergi sendiri ke rumah sakit, karena waktu itu aku benar-benar masih kesal sama ibu.
Dua hari kemudian, aku belum mendapatkan informasi tentang ibu, akhirnya kuputuskan untuk menelfon ibu. Tapi orang lain yang angkat telfonku, dan katanya ibu sedang pingsan di rumah sakit. Aku sangat menyesal dan merasa bersalah sama ibu, karena telah membiarkan ibu pergi sendiri di rumah sakit, seharusnya saat ini aku ada di samping ibu, karena ibu pasti membutuhkan aku dan hanya aku yang ibu punya, ada kerabat ibu, itupun kerabat jauh. Keesokan harinya, aku pergi ke rumah sakit, setelah Tanya petugas rumah sakit, akhirnya aku menemukan ruangan dimana ibu dirawat. Kulihat ibu terbaring sendirian dan terkulai lemas tak berdaya, wajahnya pucat seakan sudah tidak kuat menahan rasa sakit yang dideritanya. Melihat kedatanganku, ibu berurai air mata. Ibu pasti tidak menyangka bahwa aku akan datang menjenguknya. Aku sudah tidak tahan untuk tidak meneteskan air mata, lalu aku menghambur ke pelukan ibu. Disela isak tangisku, aku meminta maaf sama ibu atas semua kekhilafan dan kesalahanku karena tidak mempercayainya dan aku telah menjadi anak durhaka kepada orang tua. ibu dengan senyum mengembang membelai rambutku dan memintaku untuk melupakan semua yang telah terjadi. Tak berapa lama berselang, masuklah seorang dokter untuk menanyakan keluarga pasien, dan aku diminta dokter untuk menemuinya di ruang kerjanya, dari hasil tes laboratorium diketahui ibu mengalami hormonal imbalance, dan harus dikiret untuk memastikan apakah ibu terkena kanker atau tidak, lalu aku menandatangani surat persetujuan operasi tersebut. Saat itu aku benar-benar tidak tahu apakah aku harus bahagia atau sedih. Aku merasa bahagia, karena ibuku ternyata tidak hamil disisi lain aku juga sedih karena ibu menderita enyakit dan harus dioperasi. Akupun tidak sabar untuk buru-buru menemui ibu, lalu aku ceritakan semua penjelasan dokter, kulihat ibu tersenyum dan mengucap syukur kepada Allah, karena akhirnya ibu terbebas dari fitnah.
Ternyata di balik setiap cobaan ada hikmah yang tersembunyi, jika bukan karena itu semua, kita tidak bakal tahu bahwa ibu sedang menderita penyakit dan bisa-bisa penyakit ibu bertambah parah, jika tidak lekas dioperasi. Alhamdulillah operasi ibu berjalan lancar dan ibu sehat seperti sedia kala. Dan aku berjanji untuk tidak mudah termakan omongan orang. Dan berusaha untuk selalu percaya sama ibu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1xBet korean | legalbet
BalasHapus1xbet korean betting company. ⚽ 1xbet joker betting in South Korea ⚽ The 1xbet brand is licensed and 1xbet login regulated by the