Kamis, 07 Juni 2012

Alih Kode yang Terjadi pada masyarakat Tutur Bilingual dalam Konteks Jual- Beli di Pasar Lapoa Indah

Alih Kode yang Terjadi pada masyarakat Tutur Bilingual dalam Konteks Jual- Beli di Pasar Lapoa Indah

Abstrak
 Penulisan artikel ini berfokus pada salah satu aspek dari masalah perkodean yakni “Alih Kode yang Terjadi Pada Masyrakat Tutur Bilingual dalam Konteks Peristiwa jual beli di Pasar di Pasar Lapoa Indah”. Kajian ini meliputi: (1) bagaimanakah wujud alih  kode dalam konteks peristiwa jual beli di pasar, (2) bagaimanakah alih kode dalam konteks peristiwa jual beli di pasar dan (3) apa yang menjadi penyebab alih kode dalam konteks peristiwa jual beli di pasar. Adapun tujuan khusus analisis ini untuk memperoleh diskripsi objektif tentang: (1) kode yang dipakai dalam konteks  jual beli di pasar (2) kecenderungan alih kode yang dipakai dalam konteks jual beli di pasar, dan (3) unsur penentu alih kode yang terjadi dalam konteks jual beli di pasar. Instrumen yang dipakai sebagai sumber data yaitu penutur penjual dan pembeli dalam translaksi jual beli di pasar Lapoa Indah, Andoolo, Konawe Selatan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tidak dipungkiri bahwa hal perkodean adalah masalah yang penting untuk diteliti dalam linguistik. Hal demikian disebabkan oleh kenyataan bahwa ihwal kode itu sulit dan rumit untuk dicermati. Dikatakan rumit karena ihwal kode itu berkaitan erat dengan konteks situasi, yakni suasana yang mewadahi kode itu sendiri. Suasana yang simaksud mencakup dua hal yaitu seting sosial dan seting kultural (Rahardi, 2001:2).
Dengan kata lain apabila orang sudah menjadi individu yang bilingual tentu kode-kode yang dimilikinya akan menjadi semakin rumit. Namun, pasti semakin menarik pula untuk digambarkan dan dijelaskan. Berangkat dari gambaran kenyataan itu dapat ditegaskan bahwa ihwal kode itu perlu segara diteliti, dikaji dan diperhatikan secara mendalam.
Kajian perkodean sebanarnya dapat meliputi berbagai hal, seperti campur kode, interferensi dan integrasi, alih kode dan sebagainya (Suwito, 1983:67-81). Analisis kali ini berfokus pada salah satu aspek dari beberapa masalah perkodean yang disebutkan di atas, yakni alih kode yang terjadi pada masyarakat bilingual di wilayah Andoolo, Konawe Selatan. Adapun aspek alih kode adalah peristiwa kebahasaan yang terjadi dalam konteks jual beli di pasar.
Orang dapat menggunakan kedua bahasa itu disebut orang yang bilingual (dalam bahasa Indonesia disebut juga dwibahasawan). (Chaer dan Leonie, 1995:111). Peristiwa-peristiwa kebahasaan yang mungkin terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa itu adalah apa yang ada di dalam sosiolinguistik disebut bilingualisme, diglosia, alih kode, campur kode, interferensi, integrasi, konvergensi dan pergeseran bahasa. Dalam penulisan ini hanya akan membahas tentang “Alih Kode yang Terjadi pada Masyrakat Tutur Bilingual dalam Konteks Jual beli di pasar”.
Soewito membedakan adanya dua macam alih kode yaitu alih kode intern dan alih kode ekstrn, yang dimaksud alih kode intern adalah alih kode yang berlangsung antarbahasa sendiri seperti dari bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Jawa (BJ) atau sebaliknya. Sedangkan alih kode ekstern terjadi antara bahasa sendiri dengan bahasa asing (BA).
Rumusan Masalah
Lapoa indah merupakan daerah transmigrasi, oleh karena itu terdapat keberagaman suku, agama, dan kebudayaan.  Keadaan yang demikian sudah  tentu akan membuat masyarakat Lapoa Indah bersifat majemuk. Kemajemukan itu semakin dipacu dan ditopang oleh kenyataan selalu bertemu dan berinteraksinya warga masyarakat itu dengan warga dari masyarakat lain dalam wahana kegiatan.
Dalam bidang bahasa, kenyataan itu membawa akibat semakin bervariasinya kode-kode yang dimiliki dan dikuasai oleh angggota masyarakat itu. Masalah dalam kajian ini  pada intinya hanyalah difokuskan pada satu macam gejala bahasa saja yakni  alih kode yang meliputi: (1) bagaimanakah kode yang dipakai oleh masyarakat tutur bilingual alam peristiwa jual beli di pasar (2) bagaimanakah kecenderungan pola alih kode yang terjadi pada masyarakat tutur bilingual dalam konteks jual beli di pasar, dan (3) apakah faktor-faktor penentu terjadinya alih kode pada masyarakat tutur bilingual dalam konteks jual beli di pasar.
Tujuan Penulisan
Penulisan ini berusaha untuk mendapatkan gambaran mengenai: (1) kode yang dipakai dalam konteks jual beli di pasar Lapoa Indah  (2) pola kecenderungan alih kode yang terjadi  pada masyarakat tutur bilingual dalam peristiwa jual beli di pasar Lapoa Indah, dan (3) unsur penentu alih kode yang terjadi dalam konteks jual beli di pasar Lapoa Indah.
PEMBAHASAN
Pemilihan Kode dalam Konteks Jual Beli di Pasar Lapoa Indah
Istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Dari istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami apa yang dimaksud dengan bilingualisme itu, yaitu berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Sedangkan masyarakat bilingual adalh masyrakat yang mampu menggunakan dua bahasa atau dua kode bahasa.  Secara sosiolingustik secara umum bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Mackey 1962:12, Fishan 1975:73). Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat B1) dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (disingkat B2).
Bloomfield dalam bukunya yang terkenal Language (1933:56) mengatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya. Jadi, menurut Bloomfield ini seseorang disebut bilingual apabila dapat menggunakan B1 dan B2 dengan derajat yang sama baiknya. Namun, Menurut Hugen selanjutnya seorang bilingual tidak perlu secara aktif menggunakan kedua bahasa itu tetapi cukup kalau bisa memahaminya saja. Haugen juga mengatakan mempelajari bahasa kedua, apalagi bahasa asing, tidak akan sendirinya akan memberi pengaruh terhadap bahasa aslinya. Lagi pula seorang yang mempelajari BA maka kemampuan BA-nya atau B2-nya  akan selalu berada pada posisi di bawah penutur asli bahasa.
Kode BI/bahasa Jawa (BJ)
Dari sejumlah peristiwa tutur yang berhasil dijangkau dalam analisis ini,     dapat dikatakan bahwa penggunaan kode dalam BJ sangat dominan. Hal demikian barangkali disebabkan oleh kenyataan bahwa desa Lapoa Indah mayoritas masyarakatnya bersuku Jawa. Unggah ungguh dalam berbahasa antarwarga masyarakat itu selalu tercermin dalam komunikasi dan interaksi anggota masyarakatnya sehari-hari.
Dalam Konteks Jual beli di pasar Lapoa Indah, unggah-ungguh dalam  berbahasa ini pun juga tampak terlihat. Hal demikian misalnya, dengan sering digunakannya kata-kata sapaan yang sifatnya meninggikan derajat calon pembeli yang dilakukan oleh penjual, misalnya mbak.  Kata-kata sapaan yang sifatnya meninggikan derajat calon pembeli itu biasanya dimunculkan untuk mengawali peristiwa tawar menawar. Kata-kata sapaan itu untuk membuka percakapan dan penggunaannya dirangkaikan dengan kata-kata yang maknanya mempersilahkan, misalnya mangga. Dengan demikian ekspresi yang digunakan untuk mengawali percakapan untuk jual beli di pasar itu biasanya adalah monggo mbak/ monggo mas.
Kode B2/bahasa Indonesia (BI)
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional ternyata dapat digunakan hampir dalam segala bidang kegiatan di negara ini. Dalam peristiwa jual beli di pasar Lapoa Indah juga digunakan. Penggunaan BI dalam dalam peristiwa jual beli itu kebanyakan digunakan apabila peserta tutur tidak bersuku Jawa. Dapat pula terjadi bahwa hanya salah satu dari peserta itu sajalah yang bukan berasal dari suku Jawa. Sepertinya dari pada mereka kesulitan menggunakan BJ, maka mereka cenderung menggunakan BI.

Cuplikan percakapan berikut dapat diguanakan sebagai contoh adanya penggunaan kode yang  berwujud BI dalam peristiwa jual beli di pasar Lapoa Indah
Pembeli
Penjual

Pembeli
Penjual
Pembeli    :
:

:  
:
:


:
:    Berapa harga tempene ?
Satu biji Rp 1000,00 ada juga tempene yang sudah digoreng mbak?

Aku beli sing uwes digorengae
Memange mau beli berapa to?
Kalo gitu beli Rp 5.000,00 aja.


Dari cuplikan di atas dapat dilihat bahwa BI yang digunakan dalam translaksi jual beli di pasar Lapoa Indah bersifat tidak formal. Ketidakformalan itu misalnya dapat diidentifikasi dari banyak digunakan model tuturan ringkas (restricted codes) yang ditandai oleh banyakanya penanggalan-penanggalan dari bagian tuturan tertentu. Misalnya, kata aja yang seharusnya saja, kata kalo, yang seharusnya kalau, dan kata gitu yang seharusnya begitu.
Di samping ada penggunaan  tuturan  ringkas ternyata juga ditemukan bagian-bagian dari tuturan yang dipengaruhi oleh bahasa daerah tertentu.  Tuturan yang berbunyi tempene, uwes, digorengae, dan memange   tampak sekali mendapatkan pengaruh dari bhasa Jawa (BJ) , yakni –e menyertai kata sehingga menjadi tempene, memange, dan ae menyertai kata sehingga menjadi di gorengae. Selain itu da juga penggunaan kata uwes, yang merupakan bahasa Jawa yang artinya sudah.

Pemberian Alih Kode dalam Wacana Jual Beli di Pasar Lapoa Indah
Appel (1976:79) mendefinisikan alih kode itu sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Berbeda dengan Ampel yang mengatakan alih kode itu terjadi antarbahasa, maka Hymes (1975:103) menyatakan alih kode itu bukan hanya terjadi antarbahasa tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa.
Alih kode yang berwujud alih bahasa juga ditemukan dalam konteks jual beli di pasar Lapoa Indah.  Alih kode yang berupa alih bahasa itu mencakup peralihan dari BI ke dalam BJ dan dari  BJ ke dalam BI. Berikut uraian dari masing-masing wujud alih kode itu satu demi satu.
a.    Alih kode yang berupa paralihan dari BJ ke dalam BI juga ditemukan dalam wacana jual beli di pasar Lapoa Indah. Dikatakan demikian karena kedua bahasa ini dikuasai dengan cukup baik oleh masyarakat tutur tersebut. Hal ini tampak pada cuplikan berikut.
Penjual
Pembeli 1
Penjual
Pembeli 1
Penjual
Pembeli 2
Penjual
Pembeli 2
Penjual
Pembeli 2

    :
:
:
:
:
:
:
:
:
:
    Monggo mbak (Mari mbak
Enek brambange? (Ada bawang merahnya?)
Sing gedi-gedi po sing cilik-cilik? (yang besar-besar apa yang kecil-kecil?)
Sing cilikae ben babar (yang kecil saja biar banyak)
Mari mbak
Ada mericanya?
Itu  dibungkusan yang di dalam toples
Tuku sebungkus mbak, sewu to iki duwi’e (beli satu bungkus mbak, seribukan, ini uangnya)
Iyo mbak, matur nuwun(iya mbak, terima kasih).
Dari cuplikan percakapan itu dapat dilihat bahwa alih kode yang ada dalah dari BJ ke dalam BI yang dilakukan oleh penjual. Dari sejak awal tutur penjual maupun pembeli menggunakan tingkat tutur Jawa ngoko. Namun, setelah datangnya pembeli kedua, penjual menggunakan bahasa Indonesia yakni  mari mbak dan itu dibungkusan yang di dalam toples. Alih kode ini dilakukan karena penjual beranggapan bahwa pembeli kedua belum tentu menguasai BJ dan untuk menghargainnya. Dengan demikian alih kode dalam cuplikan percakapan itu yakni dari BJ ke dalam BI.

Sebab-sebab  Terjadinya Alih Kode dalam Konteks jual beli di pasar Lapoa Indah
Jika  kita telusuri penyebab terjadinya alih kode itu, maka harus kita kembalikan kepada pokok persoalan sosiolinguistik seperti yang dikemukaan Fishman (1976:15) yaitu siapa yang berbicara degan bahasa apa, kepada siapa, kapan dan dengan tujuan apa. Dalam berbagai kepustakaan linguistik secara umum penyebab alih kode itu disebutkan antara lain: (1) pembicara atau penutur, (2) pendengar atau lawan tutur, (3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya dan (5) perobahan topik pembicaraan.
Seorang pembicara atau penutur seringkali meakukan alih kode untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat dari tindakkannya itu. Selanjutnya lawan bicara atau lawan tutur dapat menyebabkan tejadinya alih kode misalnya karena si penutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa si lawan tutur itu. Dalam hal ini biasanya kemampuan barbahasa si lawan tutur kurang atau agak kurang karena memang mungkin bahasa pertamanya. Kalau si lawan tutur itu berlatar belakang bahasa yang sama dengan penutur, maka alih kode yang terjadi hanya berupa peralihan varian, ragam, gaya atau register. Kalau si lawan tutur berlatar belakang bahasa yang tidak sama dengan si poenutur maka yang terjadi alih bahasa.
Kehadiran orang ketiga atau orang lain yang tidak berlatar belakang bahasa sama dengan bahasa yang sedang digunakan oleh penutur dan lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Status orang ketiga dalam alih kode juga menentukan bahasa atau varian yang harus digunakan. Perubahan situasi bicara dapat menyebabkan terjadinya alih kode.
Di samping lima hal di atas yang secara umum lazim dikemukakan sebagai faktor terjadinya alih kode, sesungguhnya masih banyak faktor atau variabel lain yang dapat memyebabkan terjadinya peristiwa alih kode. Penyebab-penyebab ini ini biasanya sangat berkaitan dengan verbal repertoire yang tedapat dalam suatu masyarakat tutur serta bagaimana status sosial yang dikenakan oleh para pentur terhadap bahasa-bahasa atau ragam-ragam bahasa yang terdapat dalam masyarajat tutur itu.
Dalam konteks jual beli di pasar Lapoa Indah, penulis temukan dua penyebab terjadinya alih kode. Penyebab ini yakni penutur memiliki latar belakang pengusaan bahasa yang sama dan perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga.





































Alih Kode yang Terjadi pada masyarakat Tutur Bilingual dalam Konteks Jual- Beli di Pasar Lapoa Indah

Abstrak
 Penulisan artikel ini berfokus pada salah satu aspek dari masalah perkodean yakni “Alih Kode yang Terjadi Pada Masyrakat Tutur Bilingual dalam Konteks Peristiwa jual beli di Pasar di Pasar Lapoa Indah”. Kajian ini meliputi: (1) bagaimanakah wujud alih  kode dalam konteks peristiwa jual beli di pasar, (2) bagaimanakah alih kode dalam konteks peristiwa jual beli di pasar dan (3) apa yang menjadi penyebab alih kode dalam konteks peristiwa jual beli di pasar. Adapun tujuan khusus analisis ini untuk memperoleh diskripsi objektif tentang: (1) kode yang dipakai dalam konteks  jual beli di pasar (2) kecenderungan alih kode yang dipakai dalam konteks jual beli di pasar, dan (3) unsur penentu alih kode yang terjadi dalam konteks jual beli di pasar. Instrumen yang dipakai sebagai sumber data yaitu penutur penjual dan pembeli dalam translaksi jual beli di pasar Lapoa Indah, Andoolo, Konawe Selatan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tidak dipungkiri bahwa hal perkodean adalah masalah yang penting untuk diteliti dalam linguistik. Hal demikian disebabkan oleh kenyataan bahwa ihwal kode itu sulit dan rumit untuk dicermati. Dikatakan rumit karena ihwal kode itu berkaitan erat dengan konteks situasi, yakni suasana yang mewadahi kode itu sendiri. Suasana yang simaksud mencakup dua hal yaitu seting sosial dan seting kultural (Rahardi, 2001:2).
Dengan kata lain apabila orang sudah menjadi individu yang bilingual tentu kode-kode yang dimilikinya akan menjadi semakin rumit. Namun, pasti semakin menarik pula untuk digambarkan dan dijelaskan. Berangkat dari gambaran kenyataan itu dapat ditegaskan bahwa ihwal kode itu perlu segara diteliti, dikaji dan diperhatikan secara mendalam.
Kajian perkodean sebanarnya dapat meliputi berbagai hal, seperti campur kode, interferensi dan integrasi, alih kode dan sebagainya (Suwito, 1983:67-81). Analisis kali ini berfokus pada salah satu aspek dari beberapa masalah perkodean yang disebutkan di atas, yakni alih kode yang terjadi pada masyarakat bilingual di wilayah Andoolo, Konawe Selatan. Adapun aspek alih kode adalah peristiwa kebahasaan yang terjadi dalam konteks jual beli di pasar.
Orang dapat menggunakan kedua bahasa itu disebut orang yang bilingual (dalam bahasa Indonesia disebut juga dwibahasawan). (Chaer dan Leonie, 1995:111). Peristiwa-peristiwa kebahasaan yang mungkin terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa itu adalah apa yang ada di dalam sosiolinguistik disebut bilingualisme, diglosia, alih kode, campur kode, interferensi, integrasi, konvergensi dan pergeseran bahasa. Dalam penulisan ini hanya akan membahas tentang “Alih Kode yang Terjadi pada Masyrakat Tutur Bilingual dalam Konteks Jual beli di pasar”.
Soewito membedakan adanya dua macam alih kode yaitu alih kode intern dan alih kode ekstrn, yang dimaksud alih kode intern adalah alih kode yang berlangsung antarbahasa sendiri seperti dari bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Jawa (BJ) atau sebaliknya. Sedangkan alih kode ekstern terjadi antara bahasa sendiri dengan bahasa asing (BA).
Rumusan Masalah
Lapoa indah merupakan daerah transmigrasi, oleh karena itu terdapat keberagaman suku, agama, dan kebudayaan.  Keadaan yang demikian sudah  tentu akan membuat masyarakat Lapoa Indah bersifat majemuk. Kemajemukan itu semakin dipacu dan ditopang oleh kenyataan selalu bertemu dan berinteraksinya warga masyarakat itu dengan warga dari masyarakat lain dalam wahana kegiatan.
Dalam bidang bahasa, kenyataan itu membawa akibat semakin bervariasinya kode-kode yang dimiliki dan dikuasai oleh angggota masyarakat itu. Masalah dalam kajian ini  pada intinya hanyalah difokuskan pada satu macam gejala bahasa saja yakni  alih kode yang meliputi: (1) bagaimanakah kode yang dipakai oleh masyarakat tutur bilingual alam peristiwa jual beli di pasar (2) bagaimanakah kecenderungan pola alih kode yang terjadi pada masyarakat tutur bilingual dalam konteks jual beli di pasar, dan (3) apakah faktor-faktor penentu terjadinya alih kode pada masyarakat tutur bilingual dalam konteks jual beli di pasar.
Tujuan Penulisan
Penulisan ini berusaha untuk mendapatkan gambaran mengenai: (1) kode yang dipakai dalam konteks jual beli di pasar Lapoa Indah  (2) pola kecenderungan alih kode yang terjadi  pada masyarakat tutur bilingual dalam peristiwa jual beli di pasar Lapoa Indah, dan (3) unsur penentu alih kode yang terjadi dalam konteks jual beli di pasar Lapoa Indah.
PEMBAHASAN
Pemilihan Kode dalam Konteks Jual Beli di Pasar Lapoa Indah
Istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Dari istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami apa yang dimaksud dengan bilingualisme itu, yaitu berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Sedangkan masyarakat bilingual adalh masyrakat yang mampu menggunakan dua bahasa atau dua kode bahasa.  Secara sosiolingustik secara umum bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Mackey 1962:12, Fishan 1975:73). Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat B1) dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (disingkat B2).
Bloomfield dalam bukunya yang terkenal Language (1933:56) mengatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya. Jadi, menurut Bloomfield ini seseorang disebut bilingual apabila dapat menggunakan B1 dan B2 dengan derajat yang sama baiknya. Namun, Menurut Hugen selanjutnya seorang bilingual tidak perlu secara aktif menggunakan kedua bahasa itu tetapi cukup kalau bisa memahaminya saja. Haugen juga mengatakan mempelajari bahasa kedua, apalagi bahasa asing, tidak akan sendirinya akan memberi pengaruh terhadap bahasa aslinya. Lagi pula seorang yang mempelajari BA maka kemampuan BA-nya atau B2-nya  akan selalu berada pada posisi di bawah penutur asli bahasa.
Kode BI/bahasa Jawa (BJ)
Dari sejumlah peristiwa tutur yang berhasil dijangkau dalam analisis ini,     dapat dikatakan bahwa penggunaan kode dalam BJ sangat dominan. Hal demikian barangkali disebabkan oleh kenyataan bahwa desa Lapoa Indah mayoritas masyarakatnya bersuku Jawa. Unggah ungguh dalam berbahasa antarwarga masyarakat itu selalu tercermin dalam komunikasi dan interaksi anggota masyarakatnya sehari-hari.
Dalam Konteks Jual beli di pasar Lapoa Indah, unggah-ungguh dalam  berbahasa ini pun juga tampak terlihat. Hal demikian misalnya, dengan sering digunakannya kata-kata sapaan yang sifatnya meninggikan derajat calon pembeli yang dilakukan oleh penjual, misalnya mbak.  Kata-kata sapaan yang sifatnya meninggikan derajat calon pembeli itu biasanya dimunculkan untuk mengawali peristiwa tawar menawar. Kata-kata sapaan itu untuk membuka percakapan dan penggunaannya dirangkaikan dengan kata-kata yang maknanya mempersilahkan, misalnya mangga. Dengan demikian ekspresi yang digunakan untuk mengawali percakapan untuk jual beli di pasar itu biasanya adalah monggo mbak/ monggo mas.
Kode B2/bahasa Indonesia (BI)
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional ternyata dapat digunakan hampir dalam segala bidang kegiatan di negara ini. Dalam peristiwa jual beli di pasar Lapoa Indah juga digunakan. Penggunaan BI dalam dalam peristiwa jual beli itu kebanyakan digunakan apabila peserta tutur tidak bersuku Jawa. Dapat pula terjadi bahwa hanya salah satu dari peserta itu sajalah yang bukan berasal dari suku Jawa. Sepertinya dari pada mereka kesulitan menggunakan BJ, maka mereka cenderung menggunakan BI.

Cuplikan percakapan berikut dapat diguanakan sebagai contoh adanya penggunaan kode yang  berwujud BI dalam peristiwa jual beli di pasar Lapoa Indah
Pembeli
Penjual

Pembeli
Penjual
Pembeli    :
:

:  
:
:


:
:    Berapa harga tempene ?
Satu biji Rp 1000,00 ada juga tempene yang sudah digoreng mbak?

Aku beli sing uwes digorengae
Memange mau beli berapa to?
Kalo gitu beli Rp 5.000,00 aja.


Dari cuplikan di atas dapat dilihat bahwa BI yang digunakan dalam translaksi jual beli di pasar Lapoa Indah bersifat tidak formal. Ketidakformalan itu misalnya dapat diidentifikasi dari banyak digunakan model tuturan ringkas (restricted codes) yang ditandai oleh banyakanya penanggalan-penanggalan dari bagian tuturan tertentu. Misalnya, kata aja yang seharusnya saja, kata kalo, yang seharusnya kalau, dan kata gitu yang seharusnya begitu.
Di samping ada penggunaan  tuturan  ringkas ternyata juga ditemukan bagian-bagian dari tuturan yang dipengaruhi oleh bahasa daerah tertentu.  Tuturan yang berbunyi tempene, uwes, digorengae, dan memange   tampak sekali mendapatkan pengaruh dari bhasa Jawa (BJ) , yakni –e menyertai kata sehingga menjadi tempene, memange, dan ae menyertai kata sehingga menjadi di gorengae. Selain itu da juga penggunaan kata uwes, yang merupakan bahasa Jawa yang artinya sudah.

Pemberian Alih Kode dalam Wacana Jual Beli di Pasar Lapoa Indah
Appel (1976:79) mendefinisikan alih kode itu sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Berbeda dengan Ampel yang mengatakan alih kode itu terjadi antarbahasa, maka Hymes (1975:103) menyatakan alih kode itu bukan hanya terjadi antarbahasa tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa.
Alih kode yang berwujud alih bahasa juga ditemukan dalam konteks jual beli di pasar Lapoa Indah.  Alih kode yang berupa alih bahasa itu mencakup peralihan dari BI ke dalam BJ dan dari  BJ ke dalam BI. Berikut uraian dari masing-masing wujud alih kode itu satu demi satu.
a.    Alih kode yang berupa paralihan dari BJ ke dalam BI juga ditemukan dalam wacana jual beli di pasar Lapoa Indah. Dikatakan demikian karena kedua bahasa ini dikuasai dengan cukup baik oleh masyarakat tutur tersebut. Hal ini tampak pada cuplikan berikut.
Penjual
Pembeli 1
Penjual
Pembeli 1
Penjual
Pembeli 2
Penjual
Pembeli 2
Penjual
Pembeli 2

    :
:
:
:
:
:
:
:
:
:
    Monggo mbak (Mari mbak
Enek brambange? (Ada bawang merahnya?)
Sing gedi-gedi po sing cilik-cilik? (yang besar-besar apa yang kecil-kecil?)
Sing cilikae ben babar (yang kecil saja biar banyak)
Mari mbak
Ada mericanya?
Itu  dibungkusan yang di dalam toples
Tuku sebungkus mbak, sewu to iki duwi’e (beli satu bungkus mbak, seribukan, ini uangnya)
Iyo mbak, matur nuwun(iya mbak, terima kasih).
Dari cuplikan percakapan itu dapat dilihat bahwa alih kode yang ada dalah dari BJ ke dalam BI yang dilakukan oleh penjual. Dari sejak awal tutur penjual maupun pembeli menggunakan tingkat tutur Jawa ngoko. Namun, setelah datangnya pembeli kedua, penjual menggunakan bahasa Indonesia yakni  mari mbak dan itu dibungkusan yang di dalam toples. Alih kode ini dilakukan karena penjual beranggapan bahwa pembeli kedua belum tentu menguasai BJ dan untuk menghargainnya. Dengan demikian alih kode dalam cuplikan percakapan itu yakni dari BJ ke dalam BI.

Sebab-sebab  Terjadinya Alih Kode dalam Konteks jual beli di pasar Lapoa Indah
Jika  kita telusuri penyebab terjadinya alih kode itu, maka harus kita kembalikan kepada pokok persoalan sosiolinguistik seperti yang dikemukaan Fishman (1976:15) yaitu siapa yang berbicara degan bahasa apa, kepada siapa, kapan dan dengan tujuan apa. Dalam berbagai kepustakaan linguistik secara umum penyebab alih kode itu disebutkan antara lain: (1) pembicara atau penutur, (2) pendengar atau lawan tutur, (3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya dan (5) perobahan topik pembicaraan.
Seorang pembicara atau penutur seringkali meakukan alih kode untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat dari tindakkannya itu. Selanjutnya lawan bicara atau lawan tutur dapat menyebabkan tejadinya alih kode misalnya karena si penutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa si lawan tutur itu. Dalam hal ini biasanya kemampuan barbahasa si lawan tutur kurang atau agak kurang karena memang mungkin bahasa pertamanya. Kalau si lawan tutur itu berlatar belakang bahasa yang sama dengan penutur, maka alih kode yang terjadi hanya berupa peralihan varian, ragam, gaya atau register. Kalau si lawan tutur berlatar belakang bahasa yang tidak sama dengan si poenutur maka yang terjadi alih bahasa.
Kehadiran orang ketiga atau orang lain yang tidak berlatar belakang bahasa sama dengan bahasa yang sedang digunakan oleh penutur dan lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Status orang ketiga dalam alih kode juga menentukan bahasa atau varian yang harus digunakan. Perubahan situasi bicara dapat menyebabkan terjadinya alih kode.
Di samping lima hal di atas yang secara umum lazim dikemukakan sebagai faktor terjadinya alih kode, sesungguhnya masih banyak faktor atau variabel lain yang dapat memyebabkan terjadinya peristiwa alih kode. Penyebab-penyebab ini ini biasanya sangat berkaitan dengan verbal repertoire yang tedapat dalam suatu masyarakat tutur serta bagaimana status sosial yang dikenakan oleh para pentur terhadap bahasa-bahasa atau ragam-ragam bahasa yang terdapat dalam masyarajat tutur itu.
Dalam konteks jual beli di pasar Lapoa Indah, penulis temukan dua penyebab terjadinya alih kode. Penyebab ini yakni penutur memiliki latar belakang pengusaan bahasa yang sama dan perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga.







































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar