Pengorbanan Seorang Perempuan
Malam menyisakan bayangan kelam di sela rerintik hujan , pandanganku melayang jauh melewati beribu pulau. Kembali kurajut kenangan sebelum aku dan keluargaku memutuskan hidup mandiri di pulau orang. Aku tahu betapa remuk hati orang tuaku setelah mendengar kata pamit dariku, aku pamit untuk waktu yang tak terhitung, entah kapan aku bisa kembali bersua dengan orang tua dan saudara-saudaraku. “De, kamu di mana?”, panggil suamiku yang berhasil membuyarkan lamunanku. “Iya mas, aku disini sambil kuseka air mataku”. Ternyata suamiku mengetahui kegalauan hatiku, aku galau dengan perintah suamiku yang menginginkan aku pergi merantau di negeri orang, suamiku ingin aku menjadi TKW, aku takut berada jauh di negeri orang dan aku sedih harus meninggalkan anak dan suamiku.
Malam menyisakan bayangan kelam di sela rerintik hujan , pandanganku melayang jauh melewati beribu pulau. Kembali kurajut kenangan sebelum aku dan keluargaku memutuskan hidup mandiri di pulau orang. Aku tahu betapa remuk hati orang tuaku setelah mendengar kata pamit dariku, aku pamit untuk waktu yang tak terhitung, entah kapan aku bisa kembali bersua dengan orang tua dan saudara-saudaraku. “De, kamu di mana?”, panggil suamiku yang berhasil membuyarkan lamunanku. “Iya mas, aku disini sambil kuseka air mataku”. Ternyata suamiku mengetahui kegalauan hatiku, aku galau dengan perintah suamiku yang menginginkan aku pergi merantau di negeri orang, suamiku ingin aku menjadi TKW, aku takut berada jauh di negeri orang dan aku sedih harus meninggalkan anak dan suamiku.
Pepatah juga mengatakan bahwa “Daripada hujan emas di negeri orang lebih baik hujan batu di negeri sendiri’, tapi suamiku tak peduli dengan pepatah lama itu. Yang ada di pikirannya adalah uang, karena dengan bekerja di negeri penghasil minyak bumi otomatis akan lebih banyak mengeruk real. Mungkin ada maksud lain dibalik keinginan suamiku. Bukan hanya suamiku yang membujukku, tapi keluarga dari suamiku juga, bahkan tante dari suamiku bersedia merawat ke dua anakku, Risky adalah anak pertamaku yang kini berusia 10 tahun, Riskia adalah anak ketigaku (berusia 3 tahun, dan anak keduaku bernama Ichal (berusia 6 tahun). Dia diasuh oleh orang tuaku dan tinggal di Sulawesi Tenggara. Meskipun berat melepas Ichal yang kala itu masih berusia 3 tahun, tapi aku tak kuasa melawan kehendak suamiku yang keberatan menanggung beban hidup keluarga, sedangkan orang tuaku kasihan melihat kondisi kami. Aku sadar aku tidak bisa membantu suamiku untuk menambah keuangan keluarga. Sehingga aku harus rela melepas Ichal untuk meringankan beban keluargaku, akhirnya aku menyetujui keinginan suamiku dengan harapan kelak aku bisa berkumpul kembali dengan anak-anakku dalam kondisi yang jauh lebih baik.
Inilah malam terberat bagiku, karna esoknya aku harus meninggalkan desa. Yang sudah hampir lima tahun aku tinggal di situ, rasanya aku ingin mengulur malam ini menjadi malam untuk beberapa tahun ke depan, aku benar-benar tidak sanggup jika harus berpisah dengan buah hatiku, aku tidak sanggup jika tidak mendenagar tangis dan canda Riska dan Risky dan kebiasan Riska yang tidak bisa tidur sebelum kubelai rambutnya. Aku semakin miris mengingatnya. Malam ini benar-benar cepat sekali berlalu, fajar yang biasanya menyapa dengan penuh kelembutan, tapi kali ini terasa menghadangku dan menghalauku agar aku segera enyah dari bumi Indonesia. Esok paginya, dengan diantar suamiku aku menuju ke bandara Halim Perdana Kusuma untuk melanjutkan perjalanan ke Arab Saudi. Setibanya di sana aku telah dijemput oleh anak buah majikanku yang telah dihubungi sebelumnya oleh agen penyalur TKW.
Satu tahun telah berlalu, aku beruntung mendapatkan majikan yang sangat baik, padahal jika kita menonton di televisi tidak sedikit TKW Indonesia yang mengalami nasib naas di Arab Saudi. Begitu pula keluargaku di Indonesia baik-baik saja, aku banyak mendapatkan informasi mengenai perkembangan bauah hatiku aku jadi tambah semangat untuk bekerja, hingga masa kontrakku habis. Aku dikontrak selama 3 tahun. Tapi yang aku sayangkan aku tidak bisa menghubungi keluargaku yang ada di Sulawesi, suamiku bilang no keluargaku sudah tidak bisa dihubungi lagi. Jadi aku tidak tahu bagaimana kabarnya keluargaku di sana. Akhirnya seluruh gajiku aku transfer ke rekening suamiku. Dengan harapan agar suamiku bisa memanfaatkan uang itu dengan sebaik-baiknya. Tiba-tiba aku dengar hpku bordering, setelah aku angkat yang terdengar hanya suara tangisan perempuan. Berkali-kali aku sapa “Halo, Maaf ini dengan siapa?” sapaku tanpa respon dari lawan bicaraku. Setalah 5 menit aku mendengar jawaban dengan suara terbata-bata. Ternyata yang menelfonku tidak lain adalah kakak kandungku yang bernama Wati, dia adalah anak pertama dan kami bersaudara 4 orang. Dia memberi kabar yang tidak mengenakkan sebenarnya orang tuaku melarangnya untuk memberitahu padaku bahwa ternyata suamiku menghianatiku, satu bulan setelah kepergianku dia sibuk mencari wanita idaman lain (WIL), 3 bulan kemudian dia menikah dan hidup bersenang-senang dengan uang yang aku kirim.
Kedua anakku di telantarkan karena dia tinggal di daerah yang berbeda, akhirnya anakku di rawat oleh tantenya dan diperlakukan layaknya anak tiri, ada tetangga yang kebetulan kenal dengan orang tuaku dan menyuruh orang tuaku agar mengasuh anakku. Anakku hanya tidur beralaskan tikar di kamar belakang dekat dapur, padahal Riskia masih terlalu kecil untuk diperlkukan seperti itu, Risky dan Riskia hanya boleh makan nasi saja itupun dalam porsi kucing, akhirnya nasi itu mereka makan pakai garam. Lauk-pauk yang dimasak oleh tante dari sumiku disembunyikan di lemari. Bahkan untuk nonton televise pun mereka tidak boleh, sehingga mereka hanya menginti dari balik kelambu pemisah antara ruang tengah dan dapur. Berkali-kali mereka mengusir ke dua anakku. Orang tuaku hanya bisa mengurut dada mendengar kabar itu, makanya orang tuaku berusah menjemput ke dua anakku, tapi suamiku melarang. Dengan alasan sekarang dia sendiri yang akan merawatnya. Aku sock sekali mendengar kabar itu, karena selama ini tidak terdengar nada yang mencurigakan dari omongan suamiku. Dia berjanji akan jadi suami dan ayah yang baik, dia akan tetap menungguku sampai puluhan tahun sekalipun, ternyata itu hanya janji manisnya. Sekarang aku tidak punya uang sepeser pun, karena gajiku selama 3 tahun sudah dikasihkan semua oleh majikanku. Itu atas permintaanku yang di desak oleh suamiku dengan alasan untuk membeli rumah dan modal usaha, karena malu hidup menumpang terus sama tante. Aku di sini sangat tersiksa aku ingin pulang untuk melihat kondisi anak-anaku tapi masa kontrakku masih dua tahun. Ya..Allah berikanlah kekuatan dan ketabahan bagiku dan keluargaku. Itu sebaris doa yang selalu aku panjatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar